PECALANG

Pecalang merupakan salah satu lembaga adat yang sangat khas dalam struktur masyarakat Bali, termasuk di Desa Adat Kesiman. Pecalang memiliki fungsi utama sebagai pengaman desa adat yang bertanggung jawab menjaga ketertiban, keamanan, dan kelancaran pelaksanaan kegiatan adat maupun kemasyarakatan. Peran pecalang sangat menonjol terutama saat berlangsungnya upacara keagamaan dan kegiatan adat berskala besar seperti upacara ngaben, odalan di pura, maupun upacara pengerebongan yang dilaksanakan secara berkala di Pura Agung Petilan. Keberadaan pecalang bukan hanya simbolis, tetapi nyata menjalankan peran seperti kepolisian adat. Mereka menjaga jalannya acara, mengatur arus lalu lintas, serta memastikan bahwa prosesi adat berlangsung sesuai dengan awig-awig dan tata tertib desa adat. Pecalang dipilih dari krama desa yang dinilai memiliki kedisiplinan, komitmen terhadap adat, dan loyalitas terhadap desa adat. Mereka bekerja secara sukarela, namun dengan semangat pengabdian yang tinggi terhadap budaya dan keharmonisan lingkungan. Di Desa Adat Kesiman, struktur pecalang terorganisir dengan baik dan dibina langsung oleh prajuru desa adat. Pelatihan dasar keamanan, komunikasi, dan koordinasi rutin dilakukan untuk memastikan bahwa setiap pecalang siap bertugas kapan pun dibutuhkan. Pecalang tidak hanya menjaga kegiatan di pura dan desa, tetapi juga berperan dalam pengamanan situasi sosial, seperti membantu saat bencana atau kondisi darurat lainnya di lingkungan adat.
Keberadaan pecalang tidak terlepas dari filosofi Tri Hita Karana, yang menekankan pentingnya menjaga hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan (parhyangan), dengan sesama manusia (pawongan), dan dengan lingkungan (palemahan). Dalam konteks ini, pecalang menjadi penjaga harmoni sosial dan spiritual dalam kehidupan sehari-hari krama desa adat. Tugas mereka tidak hanya sekadar “mengamankan” secara fisik, tetapi juga menjaga ketenangan batin masyarakat adat dalam setiap aktivitas spiritual. Pecalang kerap dijumpai menjaga prosesi melasti ke laut, mengatur jalur iring-iringan saat upacara besar, hingga menghalau lalu lintas ketika jalur umum digunakan untuk kepentingan ritual. Kedisiplinan mereka dalam berpakaian adat hitam-putih (saput poleng), memakai udeng, dan membawa alat komunikasi menunjukkan perpaduan antara nilai tradisional dan adaptasi zaman modern. Dalam masyarakat Bali, pecalang dihormati karena keberaniannya dalam menjaga adat tanpa pamrih, serta kebijaksanaannya dalam bertindak tegas namun tetap mengedepankan etika adat. Pecalang juga menjadi wajah luar desa adat, karena merekalah yang sering pertama kali berinteraksi dengan masyarakat luar saat kegiatan besar dilaksanakan. Dengan demikian, keberadaan pecalang bukan hanya penting dalam konteks keamanan adat, tetapi juga sebagai representasi disiplin, wibawa, dan nilai-nilai luhur desa adat di hadapan publik.
Seiring perkembangan zaman, tugas pecalang juga mulai beradaptasi dengan berbagai tantangan baru. Di era digital dan keterbukaan informasi saat ini, pecalang tidak hanya dituntut paham tentang tugas-tugas adat, tetapi juga mulai dibekali dengan pemahaman dasar tentang komunikasi digital, koordinasi antarlembaga, dan bahkan mitigasi bencana. Di Desa Adat Kesiman, pecalang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan sistem informasi adat seperti WARTAKARA. Meskipun tidak langsung mengakses sistem, mereka terlibat dalam proses pengamanan dan pendataan selama kegiatan adat yang terintegrasi dalam sistem tersebut. Selain itu, pecalang juga ikut serta dalam pengamanan kegiatan non-adat yang berdampak pada wilayah desa adat, seperti kegiatan keagamaan antar umat, kegiatan nasional, hingga pelaksanaan protokol kesehatan di masa pandemi. Hal ini menunjukkan bahwa peran pecalang tidak statis, tetapi terus berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat adat. Namun demikian, semangat pengabdian dan kesetiaan kepada desa adat tetap menjadi fondasi utama. Dalam struktur kelembagaan adat, pecalang tetap berada di bawah koordinasi kelian banjar dan bendesa adat, serta menjalankan tugas sesuai arahan prajuru. Ke depan, penguatan kapasitas pecalang melalui pelatihan dan sinergi dengan aparat formal lainnya akan menjadi kunci untuk menjaga relevansi dan keberlanjutan lembaga ini dalam menghadapi tantangan zaman.